Lala sedang sibuk dengan bahan-bahan presentasinya. Kertas berhamburan
di mana-mana, karena ia sibuk mencari pulpennya yang entah kemana. Lala memang merasa
jengkel kalau sudah kehilangan pulpen, benda kesayangannya. Tiba-tiba terlintas
begitu saja di otaknya, satu nama, nama seorang temannya saat masih kuliah S1.
Fala, begitu temannya akrab disapa. Dan jika sudah mengingat nama itu, seribu tanya
tanpa jawaban menyeruak dari otaknya. Bagaikan ekspresi anak kecil yang bertanya-tanya saat melihat
kejadian baru, apa, mengapa, bagaimana, ini semua bisa terjadi.
Lala membuka emainya dan mulai menulis. Di alamat penerima,
ia menuliskan alamat email Fala.
***
Hai temanku, apa kabar kamu.
Baik-baik saja kan? Ya aku tau kabarmu baik-baik saja, karena aku masih bisa melihatmu.
Baik-baik saja kan? Ya aku tau kabarmu baik-baik saja, karena aku masih bisa melihatmu.
Aku ingin bercerita padamu, tetapi aku tidak bisa
menjelaskannya secara langsung, itulah sebabnya ku tuliskan semuanya di sini.
Masih sangat ku ingat, hari-hari di 3 atau 2 semester yang
lalu. Kita adalah mahasiswa di jurusan yang sama, asisten di lab yang sama,
bahkan tugas akhir di bidang yang sama.
Aku tau, aku terlalu sering merepotkanmu, sering pula membuatmu
kesal. Namun bukan berarti aku tidak tahu diri, aku pun berusaha membuatmu
senang. Hanya saja, sayangnya, aku tidak mampu mengusahakan lebih dari ini.
Semakin menjelang hari kelulusan itu, aku tidak mengerti
mengapa kita semakin jauh. Bicara padaku saja engkau enggan.
Kau ingat, aku sempat meminta maaf di akhir semester, tapi
hanya lewat pesan yang ku layangkan ke ponselmu. Aku pengecut, aku tak berani
mengungkapkannya secara langsung. Aku benar-benar meminta maaf. Kau pun
membalas pesanku dan kita saling memaafkan. Aku senang, aku lega.
Tapi ternyata kemudian ku sadari, kita-masih-seperti-ini. Bahkan
sampai detik ini, tak ku tau alasan yang membuatmu seperti ini. Mungkin karena
kesalahan ku terlalu parah, sehingga tak seorang pun mampu menjelaskan. Lantas aku
tak bisa berbuat apa-apa.
Sejauh yang ku tau, kenali dahulu penyakit dan penyebabnya, barulah
tentukan terapinya. Bagaimana bisa ku obati semua ini, jika masalahnya saja tak
ku pahami.
Sangat besar ku ucapkan terima kasihku pada Tuhan yang
mengirimkan orang baik sepertimu. Semoga Tuhan membalas kebaikanmu, yaaa, Tuhan
pasti kan membalasnya. Aku hanya bisa, mendoakanmu.
Semoga kau selalu sukses. Dan terima kasih atas semua
kebaikanmu.
***
Lala selesai menulis email. sebelum ia menglik ‘send’, ia
melangkah ke dapur untuk membuat secangkir kopi dan kembali ke meja kerjanya.
Dia menatap nanar pada layar laptopya, tangannya mengarahkan
krusor dan memilih ‘save to draft’.
“Ah sudahlah, lebih baik diam saja,” pikirnya.
Komentar
Posting Komentar