A : besok aku
interview beasiswa, doain aku ya..
B : iyaa…
semoga sukses ya
Keesokan harinya
B : gimana
interview-nya, lancar?
A : agak
kacau, sih. Tapi doain aja ya, semoga ada rejekinya
B : iya..
aamiin, semoga rejekinya
***
Percakapan di atas sering terjadi
sehari-hari. Dimana si A sedang mengusahakan dan mengharapkan sesuatu, meminta
didoakan, kemudian si B meng-iya-kan. Mungkin kita pernah berada pada posisi si
A, bahkan juga si B.
Sekitar 3 tahun yang lalu, sebuah
renungan terlintas di pikiranku. Saat seorang teman minta didoakan dan aku menjawab
‘iya’, maka bermakna bahwa aku meng-iya-kan sebuah amanah. Dia meminta aku mendoakannya dengan adab berdoa yang semestinya, bahkan pada sebuah momen ketika hanya ada aku
dan Tuhanku. Jadi, bukan sekedar ucapan ‘semoga bla bla bla..’ yang ku ketik di sebuah
chat room.
Aku meyakini bahwa kado terbaik
untuk teman adalah doa. Saking
istimewanya kado doa ini, berkahnya tidak hanya untuk teman yang didoakan,
tetapi juga untuk yang mendoakan. Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda,
“Do’a seorang muslim untuk saudaranya
yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang dido’akannya adalah do’a yang
akan dikabulkan. Pada kepalanya ada Malaikat yang menjadi wakil baginya. Setiap
kali dia berdo’a untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka Malaikat
tersebut berkata: ‘Aamiin dan engkau pun mendapatkan apa yang ia dapatkan.’”
Bandung, 27 Agustus
2016
Komentar
Posting Komentar