Langsung ke konten utama

Buang Obat dengan Baik dan Benar

Hai, pembaca dimana pun anda berada. Pada tulisan kali ini seorang apoteker yang sedang duduk di sudut kota bandung ingin berbagi ilmu tentang kapan dan bagaimana caranya membuang obat dengan baik dan benar. Langsung aja ya.

Kapan obat harus dibuang?

Obat yang harus dibuang adalah obat yang telah melewati tanggal kadaluwarsa, telah dibuka dalam waktu yang meleihi BUD (beyond use date) dan obat rusak.


Masing-masing obat memiliki standar persentase dari kadar yang tertera pada etiket/label. Standar ini telah diatur pada masing-masing monografi obat dalam Farmakope Indonesia. Obat yang telah kadaluwarsa akan memiliki kadar yang tidak memenuhi standar monografinya, sehingga akan memerikan efek yang tidak optimal. Lantas, obat kadaluwarsa tetap tidak boleh diminum karena industri farmasi sudah tidak bertanggung jawab terhadap kualitas obat.

BUD adalah batas waktu penggunaan produk obat setelah diracik/disiapkan atau setelah kemasan primernya dibuka/dirusak. BUD untuk obat non racikan biasanya tertera pada brosur masing-masing obat. Misalnya salep mata dalam kemasan tube, tetes mata atau tetes telinga dalam kemasan botol tetes hanya dapat digunakan maksimal selama 28 hari setelah pertama kali dibuka. Tetes mata kemasan monodose hanya dapat digunakan selama 3 x 24 jam setelah dibuka. Sirup kering memiliki BUD selama 7 hari, atau ada juga hingga 14 hari setelah diencerkan. Injeksi insulin multidose memiliki BUD selama 28 hari setelah digunakan dan disimpan di suhu ruangan.

Obat yang rusak juga harus dibuang, meskipun belum melampaui tanggal kadaluwarsa. Umumnya obat rusak akan mengalami perubahan warna, rasa dan bau. Tabel berikut menggambarkan beberapa ciri obat yang mengalami kerusakan berdasarkan bentuk sediaan.

Bentuk sediaan
Tanda kerusakan
Tablet
Terdapat noda/bintik-bintik, pecah, agak menjadi serbuk (powdery), dan kemasan sudah tidak utuh.
Larutan
Berubah warna atau cairan agak mengental
Krim, Emulsi dan suspensi
Terpisah menjadi 2 bagian yang meskipun telah dikocok, tidak dapat tercampur kembali.
Salep
Mengeras, berubah bau dan warna
Injeksi insulin
28 hari setelah hari pertama digunakan dan disimpan di suhu ruangan

Kenapa obat yang tidak dapat digunakan lagi harus dibuang?

Obat kadaluwarsa dan obat rusak harus dibuang menghindari terpakainya obat tersebut dan untuk melindungi obat dari penyalahgunaan.

Bagaimana cara membuang obat yang tidak dapat digunakan lagi?

Ikuti aturan pembuangan obat pada masing-masing brosur obat (jika ada). Jika tidak ada, maka berdasarkan rekomendasi dari FDA (U.S Food and Drug Administration), anda dapat melakukan langkah berikut.

  • Kemasan sekunder (box atau dus terluar yang tidak bersentuhan langsung dengan obat): disobek agar tidak lagi utuh. Hal ini untuk menghidari dus obat disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab, misalnya untuk mengemas obat palsu.
  • Obat dikeluarkan dari kemasan primer. Masukkan obat ke kantong berisi tanah, kopi bubuk, atau bahan lainnya yang tidak menarik. Tutup kantong tersebut dan buang ke tempat sampah.
  • Jika kemasan primer berupa botol, maka hilangkan/lepaskan identitas/label obat. Jika kemasan primer berupa tube, bocorkan/gunting tube sehingga menjadi rusak. Kemasan blister dan strip secara otomatis akan rusak ketika obat dikeluarkan.
  • Jika anda menggunakan salah satu obat yang ada pada daftar ini, seperti fentanyl patch, buanglah sampah melalui saluran toilet (flushing). Karena sisa fentanyl pada sediaan patch dapat menyebabkan masalah pernafasan berat hingga kematian pada bayi, anak, hewan dan orang dewasa, terutama bagi siapa saja yang tidak menerima resep obat ini.
Obat yang harus dibuang juga dapat dititipkan ke rumah sakit untuk dimusnahkan. Anda hanya perlu mengemas obat-obat yang tidak terpakai, biarkan tetap dalam wadah aslinya dan serahkan ke rumah sakit terdekat.


Referensi:
  • The American Medicine Association, United Stated. Know Your Drug and Medication. 1991.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa NaCl 3% & Nutrisi Parenteral merupakan High-Alert Medications?

Hello, rekan sejawat farmasis Indonesia~ Semoga selalu semangat untuk belajar ya! * mendoakan diri sendiri hahaha *. Di malam minggu yang tengah diguyur hujan ini, saya ingin berbagi ilmu terkait 2 jenis dari sekian banyak obat yang digolongkan sebagai High-alert medications (berdasarkan ISMP – Institute for Safe Medications Practice), yaitu NaCl 3 % dan Sediaan Nutrisi Parenteral (atau sering disebut TPN, padahal belum tentu sediaan tersebut benar-benar sebagai nutrisi parenteral ‘total’, karena bisa jadi hanya sebagai nutrisi parenteral ‘parsial’). Jadi, mengapa NaCl 3% & Sediaan Nutrisi Parenteral merupakan bagian dari High-Alert Medications? Let’s find the answer!  Infus NaCl 3%   NaCl 3% adalah 3 gram NaCl dalam 1 L WFI, yang artinya 1 L mengandung Natrium 513 mEq/L dan Klorida 513 mEq/L. NaCl 3% diberikan pada kondisi hiponatremia. Dikutip dari Applied Therapeutics 10th Ed – Koda Kimble , 1/3 dari defisit natrium diberikan pada 12 jam pertama dengan kecepatan &l

Bioavailabilitas

Hai sodara-sodaraa~ Saya apoteker baru yang masih menganggur. Blog saya terlalu sering diisi dengan curhat-curhat ga jelas. Saatnya jadi apoteker beneran >__< Berikut akan berbagi ilmu terkait bioavailabilitas obat. Bioavailabilitas Bioavailabilitas adalah fraksi obat yang diberikan dan obat yang mencapai sirkulasi sistemik. Bioavailabilitas dinyatakan sebagai fraksi obat yang masuk ke sirkulasi sistemik dalam bentuk tidak berubah secara kimia. Misalnya jika 100 mg obat diberikan melalui oral dan 70 mg dari obat diabsorbsi dalam bentuk tidak berubah, bioavailabilitasnya adalah 0,7 atau 70%. Penentuan Bioavailabilitas Bioavailabilitas ditentukan melalui perbandingan level obat dalam plasma setelah rute pemberian tertentu (misalnya oral) dengan level obat dalam plasma melalui injeksi IV dimana semua agen dapat secara cepat memasuki sirkulasi. Ketika obat diberikan melalui oral, kadang hanya sebagian jumlah obat yang ditemukan dalam plasma. Melalui plot konsentr

Obat yang Mempengaruhi Pembekuan Darah

Ketika terjadi pembekuan darah di pembuluh darah, maka aliran darah menuju jaringan tujuan akan terhambat. Hal ini dapat menyebabkan stroke, serangan jantung atau cilculatory crises . Sehingga pada pasien dengan risiko stroke dan serangan jantung kerap kali mendapatkan aspirin, klopidogrel atau dabigatran untuk mencegah terjadinya pembekuan darah. Kadang pasien bertanya, “ kan kemaren saya pakai aspirin, nah kenapa sekarang pakai warfarin? ” Ada juga keluarga pasien yang menolak penggunaan streptokinase karena harganya yang jutaan, sehingga pada akhirnya dokter memutuskan mengubah terapi menjadi enoxaparin. Lantas apa bedanya obat-obat tersebut? Karena katanya apoteker itu drugs expert (tapi gak berlaku untuk saya yang gak sengaja menjadi apoteker ini), mari kita review bersama. Antiplatelet Jika suatu atheroma (deposit lemak pada dinding arteri) terbentuk, platelet pada darah akan terstimulasi untuk mengumpul di sekitar area ini dan membentuk pembekuan darah. Kelompok obat