Seorang anak sedang asik bermain.
Meski matahari sudah hampir di ujung senja, namun sang anak masih saja berlari
di pantai, bermain kejar-kejaran bersama teman-temannya. Ia lupa pesan ibunya, “kau boleh bermain, tapi pulanglah sebelum
langit menjadi gelap.”
Anak itu terus berlari, tertawa
riang. Hingga akhirnya ketika langkahnya terlalu cepat, ia terjatuh. Lututnya berdarah.
Dia menangis, sosok ibu memenuhi pikirannya. Ia ingin ibunya ada di sana dan
memeluknya. Dia pun berjalan pulang, sambil menyeka air mata. Ia berharap
segera menemui sosok yang penuh kasih sayang, ibunya.
Sesampainya di rumah, ia menangis
di pelukan ibunya dan menceritakan apa yang ia alami. Luka di lututnya belum
diobati, tapi dia sudah berhenti menangis, merasa tenang dan tidak lagi merasa
sakit. Tanpa ia sadari, pelukan ibu menaikkan ambang nyeri di otaknya, menyuntikkan
rasa damai tanpa perlu ada jarum menembus vena.
***
Hidupku pun begini, dipenuhi banyak
hal yang membuat aku berpikir, “ah, Dia
selalu punya cara untuk membuatku kembali bersimpuh di hadapan-Nya.”
Karena Dia yang paling mengenal
hamba-Nya. Entah lewat tangis sedih atau tangis bahagia, itulah cara terbaik
dari Dia.
Bahkan sangat mudah baginya menaikkan
serotonin di otak hamba-Nya. :)
Komentar
Posting Komentar