Langsung ke konten utama

Sisi Lain Pseudoephedrine

Disclaimer: Tulisan ini tidak bermaksud mempromosikan obat merk tertentu. Merk obat yang disebutkan dalam tulisan ini hanyalah contoh merk obat dengan kandungan kombinasi Pseudoephedrine/Antihistamin yang beredar di Indonesia dan memang digunakan oleh pasien dalam cerita ini. 
*** 
Suatu malam yang dingin, saya sedang bertugas sebagai  apoteker penanggung jawab shift malam. Seperti biasa, saya berjaga di farmasi central lantai 2, bersama 2 orang asisten. Waktu menunjukkan hampir pukul 12 malam. Seorang asisten apoteker dari depo farmasi IGD lantai 1 menelepon.

Asisten depo: Bu oci, di atas sibuk?
Saya: Lumayan. Kenapa, wul?
Asisten depo: Ada pasien pulang IGD. Obatnya Tremenza tablet aja sih bu, 3 kali sehari.
Saya : Oke, siap meluncur.
Asisten depo: Yakin, bu? Diserah sama aku aja gapapa kok, bu. Cuma Tremenza ini. Buat pilek kan, bu?
Saya: Sesuai SOP, serah obat harus sama apoteker. Tunggu aja, aku gak akan lama.

***
Sesampainya di IGD, saya melakukan review resep dan pengecekan obat. Kemudian saya segera menghampiri pasien.
Saya: Selamat malam, bu *senyum*
Pasien: Malam. Obat saya ya, mbak?
Saya: Ibu, bisa tolong sebutkan nama lengkap dan tanggal lahirnya?
*Pasien kemudian menyebutkan nama dan tanggal lahirnya.*
Saya: Baik, berarti benar dengan ibu X, ya. Ibu, pernah punya riwayat alergi obat?
Pasien: Nggak ada, mbak.
Saya: Tadi keluhannya apa, bu?
Pasien: Telinga saya kemasukkan air, jadi gak enak begini rasanya.
Saya: Ooh begitu.. Berdengung dan suara mengecil gak, bu?
Pasien: Betul, mbak.
Saya: Ibu diresepkan Tremenza, diminumnya 3 kali sehari sesudah makan ya, bu. Obat ini untuk mengurangi rasa kurang nyaman di telinga tadi. Tidak harus diminum sampai habis ya, bisa dihentikan setelah keluhan tidak lagi terasa.
Pasien: Ooh oke, mbak. Berarti obatnya sesuai ya.
Saya: Sudah jelas, bu? Ada yang ingin ditanyakan?
Pasien: Sudah jelas, mbak. Terima kasih banyak, ya.
Saya: Sama-sama, bu. Ini obatnya. Semoga lekas sembuh, ya, bu.

***
Cerita lainnya datang dari seorang teman yang mengeluh telinganya nyeri dan berdengung. Ia kemudian pergi ke dokter spesialis THT-KL. Dokter menulis order terapi Rhinos SR. Teman saya mendapat informasi bahwa obat tersebut untuk mengurangi gejala pilek. Teman saya menyatakan bahwa dia sedang tidak pilek, kemudian pemberi informasi obat menyarankan untuk tidak perlu meminum obatnya.
***

Pada cerita di atas, pasien tersebut mendapatkan obat dengan zat aktif pseudoephedrine/triprolidine (cerita pertama) dan pseudoephedrin/loratadine (cerita kedua). Memang pada umumnya kombinasi kedua zat aktif ini digunakan untuk mengurangi kongesti (sumbatan) atau tekanan pada hidung dan/atau sinus. Selain itu, kombinasi ini mampu meringankan rhinorrhea (rongga hidung terisi cairan atau lendir) dan bersin (sneezing) yang merupakan gejala dari rinitis alergi, alergi pada saluran pernafasan atas, atau salesma (common cold).

Pseudoephedrine juga memiliki indikasi lain, yaitu untuk mencegah gejala otitis barotrauma (seperti rasa kurang nyaman pada pendengaran, otic blockage, kehilangan pendengaran, nyeri telinga/otalgia) yang berhubungan dengan perjalanan melalui udara atau penyelaman. Oleh karena itu, pseudoephedrine dapat meringankan gejala yang dikeluhkan oleh pasien di atas.

Nah, cerita di atas menggambarkan bahwa salah satu poin penting dalam menyampaikan informasi obat adalah menanyakan dahulu keluhan pasien, terutama untuk obat yang memiliki beberapa indikasi (termasuk indikasi off label-nya). Jangan sampai kita menjelaskan indikasi yang tidak sesuai dengan kondisi pasien, sehingga menyebabkan pasien tidak meminum obatnya karena mengira tidak perlu. Bahkan sering terjadi munculnya anggapan bahwa penulis resep tidak kompeten dan meresepkan obat yang tidak diperlukan oleh pasien.

Poin lainnya, jangan langsung memutuskan bahwa pasien mendapat terapi yang tidak sesuai indikasi sebelum mempelajari indikasi off label-nya. Itulah mengapa apoteker adalah lifelong learner. Informasi obat yang tepat dapat mengoptimalkan efek terapi. Menyenangkan bukan jika manfaat dari apa yang kita pelajari tidak hanya untuk diri sendiri?

Literatur: AHFS Drug Information 2011; pseudephedrine. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa NaCl 3% & Nutrisi Parenteral merupakan High-Alert Medications?

Hello, rekan sejawat farmasis Indonesia~ Semoga selalu semangat untuk belajar ya! * mendoakan diri sendiri hahaha *. Di malam minggu yang tengah diguyur hujan ini, saya ingin berbagi ilmu terkait 2 jenis dari sekian banyak obat yang digolongkan sebagai High-alert medications (berdasarkan ISMP – Institute for Safe Medications Practice), yaitu NaCl 3 % dan Sediaan Nutrisi Parenteral (atau sering disebut TPN, padahal belum tentu sediaan tersebut benar-benar sebagai nutrisi parenteral ‘total’, karena bisa jadi hanya sebagai nutrisi parenteral ‘parsial’). Jadi, mengapa NaCl 3% & Sediaan Nutrisi Parenteral merupakan bagian dari High-Alert Medications? Let’s find the answer!  Infus NaCl 3%   NaCl 3% adalah 3 gram NaCl dalam 1 L WFI, yang artinya 1 L mengandung Natrium 513 mEq/L dan Klorida 513 mEq/L. NaCl 3% diberikan pada kondisi hiponatremia. Dikutip dari Applied Therapeutics 10th Ed – Koda Kimble , 1/3 dari defisit natrium diberikan pada 12 jam pertama dengan kec...

Bioavailabilitas

Hai sodara-sodaraa~ Saya apoteker baru yang masih menganggur. Blog saya terlalu sering diisi dengan curhat-curhat ga jelas. Saatnya jadi apoteker beneran >__< Berikut akan berbagi ilmu terkait bioavailabilitas obat. Bioavailabilitas Bioavailabilitas adalah fraksi obat yang diberikan dan obat yang mencapai sirkulasi sistemik. Bioavailabilitas dinyatakan sebagai fraksi obat yang masuk ke sirkulasi sistemik dalam bentuk tidak berubah secara kimia. Misalnya jika 100 mg obat diberikan melalui oral dan 70 mg dari obat diabsorbsi dalam bentuk tidak berubah, bioavailabilitasnya adalah 0,7 atau 70%. Penentuan Bioavailabilitas Bioavailabilitas ditentukan melalui perbandingan level obat dalam plasma setelah rute pemberian tertentu (misalnya oral) dengan level obat dalam plasma melalui injeksi IV dimana semua agen dapat secara cepat memasuki sirkulasi. Ketika obat diberikan melalui oral, kadang hanya sebagian jumlah obat yang ditemukan dalam plasma. Melalui plot konsentr...

Obat yang Mempengaruhi Pembekuan Darah

Ketika terjadi pembekuan darah di pembuluh darah, maka aliran darah menuju jaringan tujuan akan terhambat. Hal ini dapat menyebabkan stroke, serangan jantung atau cilculatory crises . Sehingga pada pasien dengan risiko stroke dan serangan jantung kerap kali mendapatkan aspirin, klopidogrel atau dabigatran untuk mencegah terjadinya pembekuan darah. Kadang pasien bertanya, “ kan kemaren saya pakai aspirin, nah kenapa sekarang pakai warfarin? ” Ada juga keluarga pasien yang menolak penggunaan streptokinase karena harganya yang jutaan, sehingga pada akhirnya dokter memutuskan mengubah terapi menjadi enoxaparin. Lantas apa bedanya obat-obat tersebut? Karena katanya apoteker itu drugs expert (tapi gak berlaku untuk saya yang gak sengaja menjadi apoteker ini), mari kita review bersama. Antiplatelet Jika suatu atheroma (deposit lemak pada dinding arteri) terbentuk, platelet pada darah akan terstimulasi untuk mengumpul di sekitar area ini dan membentuk pembekuan darah. Kelompok obat...