Langsung ke konten utama

Ramadhan & Obat Anti Tuberculosis

Dear pharmacist,

By the way, ramadhan sebentar lagi. Semoga masih diberi kesempatan untuk bertemu bulan yang penuh rahmat. Siap-siap ngatur jadwal obat pasien yak (padahal sendirinya masih terseok-seok belajar). Salah satu yang ingin saya bahas kali ini adalah terapi tuberculosis atau lebih singkatnya disebut TB.

Beberapa hari yang lalu saya mendapat pertanyaan dari seorang perawat, “minum obat anti TB harus pagi atau gimana?”

Seperti yang kita tau, terapi TB minimal dijalankan selama 6 bulan. 6 bulan yang terdiri dari fase intensif pada dua bulan pertama dan fase lanjutan pada empat bulan selanjutnya. Untuk pasien TB (kategori 1) dewasa dan tidak memiliki kondisi khusus, akan mendapat terapi HRZE (isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, ethambutol) selama 2 bulan, dan HR (isoniazid dan rifampicin) selama 4 bulan. Absorbsi rifampicin dapat ditunda atau diturunkan konsentrasi puncaknya oleh makanan. Sehingga obat TB dalam bentuk kombinasi dosis tetap (KDT) harus diminum pada saat perut kosong, artinya 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan. Alasan inilah yang menjadikan obat anti TB lebih sering dijadwalkan diminum pagi hari, karena saat bangun tidur, perut sedang kosong. Penjadwalan pagi hari juga dimaksud untuk memudahkan pasien untuk ingat dan patuh minum obat. Secara, pasien harus minum obat setiap hari pada jam yang sama selama 6 bulan. Dan jika terlupa berisiko gagal dan mengulang dari awal.

Jadi, apakah harus pagi? Jawabannya tidak. Penjadwalan pagi bertujuan untuk memudahkan pasien dengan pertimbangan di atas. Sejauh ini saya belum menemukan literatur yang menyatakan minum obat anti TB mutlak harus pagi hari.

Maka, untuk pasien TB baru dan merupakan seorang muslim yang berniat untuk menjalankan ibadah puasa ramadhan. Sebaiknya tidak dijadwalkan minum obat di pagi hari karena akan mengganggu puasanya. Alternatif lainnya yaitu obat dijadwalkan diminum setiap jam 9 malam. Bagi beberapa pasien, jam segitu sudah masuk waktu perut kosong, yaitu 2 jam sesudah makan malam.
Sekian tulisan kali ini. Semoga bermanfaat dan saya menunggu kritik dan saran jika ada kesalahan atau kekurangan.

Semangat berjuang, sejawat farmasis :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa NaCl 3% & Nutrisi Parenteral merupakan High-Alert Medications?

Hello, rekan sejawat farmasis Indonesia~ Semoga selalu semangat untuk belajar ya! * mendoakan diri sendiri hahaha *. Di malam minggu yang tengah diguyur hujan ini, saya ingin berbagi ilmu terkait 2 jenis dari sekian banyak obat yang digolongkan sebagai High-alert medications (berdasarkan ISMP – Institute for Safe Medications Practice), yaitu NaCl 3 % dan Sediaan Nutrisi Parenteral (atau sering disebut TPN, padahal belum tentu sediaan tersebut benar-benar sebagai nutrisi parenteral ‘total’, karena bisa jadi hanya sebagai nutrisi parenteral ‘parsial’). Jadi, mengapa NaCl 3% & Sediaan Nutrisi Parenteral merupakan bagian dari High-Alert Medications? Let’s find the answer!  Infus NaCl 3%   NaCl 3% adalah 3 gram NaCl dalam 1 L WFI, yang artinya 1 L mengandung Natrium 513 mEq/L dan Klorida 513 mEq/L. NaCl 3% diberikan pada kondisi hiponatremia. Dikutip dari Applied Therapeutics 10th Ed – Koda Kimble , 1/3 dari defisit natrium diberikan pada 12 jam pertama dengan kecepatan &l

Bioavailabilitas

Hai sodara-sodaraa~ Saya apoteker baru yang masih menganggur. Blog saya terlalu sering diisi dengan curhat-curhat ga jelas. Saatnya jadi apoteker beneran >__< Berikut akan berbagi ilmu terkait bioavailabilitas obat. Bioavailabilitas Bioavailabilitas adalah fraksi obat yang diberikan dan obat yang mencapai sirkulasi sistemik. Bioavailabilitas dinyatakan sebagai fraksi obat yang masuk ke sirkulasi sistemik dalam bentuk tidak berubah secara kimia. Misalnya jika 100 mg obat diberikan melalui oral dan 70 mg dari obat diabsorbsi dalam bentuk tidak berubah, bioavailabilitasnya adalah 0,7 atau 70%. Penentuan Bioavailabilitas Bioavailabilitas ditentukan melalui perbandingan level obat dalam plasma setelah rute pemberian tertentu (misalnya oral) dengan level obat dalam plasma melalui injeksi IV dimana semua agen dapat secara cepat memasuki sirkulasi. Ketika obat diberikan melalui oral, kadang hanya sebagian jumlah obat yang ditemukan dalam plasma. Melalui plot konsentr

Obat yang Mempengaruhi Pembekuan Darah

Ketika terjadi pembekuan darah di pembuluh darah, maka aliran darah menuju jaringan tujuan akan terhambat. Hal ini dapat menyebabkan stroke, serangan jantung atau cilculatory crises . Sehingga pada pasien dengan risiko stroke dan serangan jantung kerap kali mendapatkan aspirin, klopidogrel atau dabigatran untuk mencegah terjadinya pembekuan darah. Kadang pasien bertanya, “ kan kemaren saya pakai aspirin, nah kenapa sekarang pakai warfarin? ” Ada juga keluarga pasien yang menolak penggunaan streptokinase karena harganya yang jutaan, sehingga pada akhirnya dokter memutuskan mengubah terapi menjadi enoxaparin. Lantas apa bedanya obat-obat tersebut? Karena katanya apoteker itu drugs expert (tapi gak berlaku untuk saya yang gak sengaja menjadi apoteker ini), mari kita review bersama. Antiplatelet Jika suatu atheroma (deposit lemak pada dinding arteri) terbentuk, platelet pada darah akan terstimulasi untuk mengumpul di sekitar area ini dan membentuk pembekuan darah. Kelompok obat