Recent
update:
Aku gagal BPI LPDP untuk yang ketiga kalinya dan melepaskan partial
scholarship dari Mahidol University.
***
Ocy
sekarang dimana?
Aku sekarang
sudah kembali menjadi anak kosan di Jogja.
Kerja
di sana?
Kuliah
Beasiswa?
Bukan :)
***
Kuliah S-2 memang bukan kewajiban, hanyalah sebuah opsi yang merupakan
bagian kecil dari perjalanan hidup. Jangan pernah memilih kuliah S-2 hanya
karna gengsi atau ikut-ikutan teman dekat. Kuliah S-2 tidaklah mudah, selain
tesis, ada beban publikasi jurnal terakreditasi dan presentasi ilmiah di ajang internasional
yang harus siap dikejar. Harus mengusahakan untuk tidak berlama-lama mengejar target
karena UKT tidaklah murah (bagiku yang sudah tidak lagi bekerja, 16 juta per
semester bukan harga yang murah).
Sebelum pada akhirnya menginjakkan kaki di jogja, aku sempat bergelut
dengan pikiranku sendiri. Aku gagal meraih beasiswa, tapi sudah terlanjur lolos
seleksi universitas. Orang tuaku menyarankan untuk tetap kuliah, mereka
bersedia membiayai. Aku kemudian menanyakan kepada seseorang yang sudah
menyelesaikan S-2 terkait tingkat kesibukan dan kesempatan untuk mengambil part time job.
“Dulu, jurusan oci itu memang lebih sibuk
dari jurusanku, tapi gak terlalu sibuk... tapi gak tau ya kalau sekarang” –
pernyataan ini menggeser keputusanku beberapa derajat ke arah ’kuliah aja’.
Yang menjadi kebingungan selanjutnya adalah masalah jodoh. Dulu, aku ingin
sekali menikah di usia 23 tahun, tapi kenyataan berkata lain. Muncul pertanyaan
di kepalaku, apakah studiku ini akan mempersulit jodohku. Aku takut orang tidak
berani melamar karena aku pengangguran dan sedang dalam masa studi dengan biaya
yang cukup mahal. Aku menyampaikan kegundahan ini pada mama.
“Jangan takut akan sesuatu yang belum
pasti terjadi. Kita berdoa saja.”—aku tersentak mendengar tanggapan mama. Aku
seolah lupa kalau jalan hidupku bukan di tanganku, tapi di tangan Dia yang
sebaik-baiknya Maha Mengatur segala urusan.
***
Dan kini, aku di sini. Sedang mendengarkan takbir di momen Idul Adha. Kenyataan
memang berjalan tidak seperti yang ku bayangkan. Ternyata, aku belum bisa
berdamai dengan hatiku sendiri. Aku sudah terbiasa memenuhi kebutuhanku dengan
bekerja. Aku sudah terbiasa memiliki tabungan sendiri. Namun keadaannya berubah.
Aku berada di usia dimana seharusnya sudah tidak merepotkan orang tuaku, tapi
aku masih saja merepotkan mereka. Aku tidak punya kata-kata yang bisa
menggambarkan perasaanku, mungkin jika ada yang berada di posisi sama, pasti ia
mengerti. Jadi, jika ingin melanjutkan pendidikan dengan biaya mandiri,
bersiaplah dengan kemunculan perasaan semacam ini. Berdamailah dengannya. Tapi ternyata,
perasaan ini membawa sebuah hikmah. Apa? Ah aku malu menceritakannya. Haha.
Aku mengambil 9 mata kuliah di semester ini. Ada kuis di setiap minggunya,
ada juga terselip tugas yang memakan cukup banyak waktu karena harus dibahas
secara mendalam (karena sudah bukan tugas yang ditulis oleh seorang yang belum
memiliki gelar akademik). Oleh karena itu, aku membatalkan niatku untuk bekerja
sebagai apoteker pendamping di Apotek, surat lamarannya hampir saja ku antar. Kemudian
si Dia memberiku jalan dari arah yang tak ku sangka, aku diterima sebagai
asisten praktikum Farmasi Klinik, dimana jadwalnya bisa disesuaikan dengan
jadwal kuliahku.
“... Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan
keluar baginya dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan
barang siapa bertawakal kepada Allah, Allah akan mencukupkan keperluannya
...” – QS. At-Talaq: 2-3.
“Allah sudah mengatakannya di
dalam Al-Qur’an, lantas, masih punya alasan untuk ragu?” – I always ask it to my self when the
strom is coming.
Komentar
Posting Komentar